MIKOLOGI TUMBUHAN
Infeksi jamur dapat berupa superficial, sub kutan, atau sistemik, tergantung pada karakteristik organisme dan host. Dalam pembahasan ini konsentrasi tertuju pada infeksi jamur superficial, dimana lebih mengkhususkan pada pada stratum korneum dan rambut. Dermatofitosis adalah penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk yang disebabkan oleh jamur golongan dermatofita. Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatomikosis mempunyai arti umum yaitu semua penyakit jamur yang menyerang kulit2.
Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah dermatofitosis pada scalp dan rambut. Dapat disebabkan oleh beberapa pathogen dermatosis dari golongan trichopyton dan microsporum juga dijumpai T.concentricum. penyebab tersering secara universal disebabkan oleh M. canis3.
epidemologi insiden dari tinea kapitis sulit diketahui, namun paling sering di jumpai pada anak anak usia 3 sampai 14 tahun. Transmisi meningkat pada personal hygiene yang buruk, penduduk yang padat dan status sosial ekonomi rendah3.
Pathogenesis ectothrix dermatosis tipikal infeksi berada pada perifolikuler stratum korneum, tersebar disekitar dan di dalam rambut pada celah kecil sebelum turun kedalam folikel untuk melakukan penetrasi pada kortex rambut. Setelah mencapai kortex rambut antroconia pindah kepermukaan. Tampilan mikroskopis, hanya ectotrix antroconidia yang bisa di jumpai menempel di samping rambut, meskipun intrapilar hyfa dijumpai sangat jelas3.
Pathogenesis dari endothric infeksi sama dijumpai antroconidia didalam rambut. Menggantikan intrapilar keratin dan meninggalkan kortex secara utuh. Hasilnya, rambut sangat mudah rontok dan putus pada pada bagian skalp dimana kekuatan dinding folikelnya telah hilang. Meninggalkan sisa rambut yang sangat kecil. Jadi, tinea capitis “black dot” di jumpai3.
Temuan klinis manifestasi klinis dari tinea kapitis tergantung dari etiologi (table 1)
Table 1 jenis orginisme dengan tipe klinis dari tinea kapitis
Inflammatory Noninflamatory Black dot favus
Microsporum audouinii M. audouinii Trichophyton tonsurans M. gypseum
M. caris M. caris T. violaceum T. schoenieinii
M. gypseum M. ferrugineum T. violaceum
M. nanum T. tonsurans
T. mentagrophytes
T. schoenieinii
T. tonsuranns
T. verrucosum
Grey patch ringworn merupakan tinea kapitis yang biasa disebabkan oleh antropopilic ectothrix seperti genus microsporum. Inflamasi ditemukan minimal sehingga beberapa literature menamakan jenis ini yaitu noninflamatory, human, or epidemic type. Jenis ini sering ditemukan pada anak anak. Penyakit mulai dengan papul merah yang kecil disekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu abu dan tidak berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas di akarnya, sehingga mudah dicabut dengan pinset tanpa rasa nyeri. Alopesia setempat dapat di jumpai. Tempat ini terlihat sebagai grey patch. Pada pemeriksaan lampu wood dapat dilihat fluoresesnsi hijau kekuning kuningan pada area yang sakit2, 3.
Kerion / inflammatory type dapat dijumpai inflamasi hebat akibat hipersensitifitas reaksi infeksi. Spektrum inflamasi mulai dari pustular folikulitis menuju kerion. Lesi inflamasi biasanya gatal dan biasa disertai nyeri, limfadenopaty servikal posterior, demam. Juga dapat berupa pembengkakan yang menyerupai sarang lebah dengan sebukan sel radang yang padat disekitarnya. Bila penyebabnya microsporum canis dan M. gypseum, pembentukan kerion lebih sering dilihat. Kelainan ini dapat menimbulkan sikatrik dan menyebabkan alopesia menetap. Sikatrik yang menonjol kadang kadang dapat dijumpai3.
Black dot ringworm terutama disebabkan oleh antropohilic endothrix organisme trichopyton tonsurans dan T. violaceum. Pada permulaan penyakit gambaran klinis berupa yang disebabkan oleh genus microsporum. Rambut yang terkena infeksi patah, tepat pada muara folikel, dan yang tertinggal adalah ujung rambut yang penuh spora. Memberi gambaran khas black dot. Dalam hal ini perlu dilakukan irisan kulit untuk mendapat bahan biakan jamur3.
Gambar 1 gambaran flouroresensi penderita tinea capitis
Prosedur diagnostik diagnosis klinik pada dermatofitosis infeksi dapat dikomfimasi oleh evaluasi mikroskopis dan kultur. Meskipun evaluasi secara mikroskopis dapat mengidentifikasi jamur dalam beberapa menit, namun tidak memberikan spesifisitas untuk identintifikasi jenis agen infeksi. Evaluasi secara mikroskopis dapat memberikan gambaran hasil negative palsu, pemeriksaan kultur sebaiknya dilakukan ketika temuan klinik mengarah infeksi jamur3.
Pemeriksaan mikroskopis rambut. pemeriksaan pada lesi melibatkan kulit kepala atau jenggot dengan wood’s lamp yang dapat mengungkapkan pathogen tertentu sesuai flouroresensi ruam (table 2). Dengan demikian rambut yang flouroresensi harus di pilih untuk pemeriksaan lanjutan. Namun, penting untuk dicatat bahwa ectotrhrix organisme M.canis dan M. audouinii akan memperlihatkan flouroresensi pada pemeriksaan wood’s lamp, endothrix organisme, T. tonsurans, tidak memperlihatkan flouroresensi pada wood’s lamp. meskipun, T. tonsuran sekarang menjadi penyebab tinea capitis paling umum di Amerika Serikat, sehingga penggunaan pemeriksaan wood’s lamp memjadi terbatas. Cara pemeriksaan secara mikroscopis adalah, rambut harus dipetik, tidak memotong, memakai slide mikroskopik dengan 10% hingga 20% pottasium hidroxide (KOH), ditutupi dengan cover glass dan sedikit hangat. mikroskop daya yang rendah akan mengungkapkan dua pola kemungkinan infeksi 2, 3.
1. Ectothrix-kecil atau besar anthroconidia membentuk selubung disekitar batang rambut; atau
2. Endothrix-anthrocoinidia dalam batang rambut
Table 2 karakteristik laboratorium dari dermatofitosis yang menyebabkan tinea capitis
Ectothrix Endothrix
Yellow-green fluorescence
- M. audouinii
- M. canis
- M. ferrugineum
Dull grey-green fluorescence
- T. schoenleinii
No fluorescence
- M. fulfum
- M. gypseum
- T. megninii
- T. mentagrophytes
- T. rubrum
- T. verrucosum
No fluorescence
- T. gourvilii
- T. soudananse
- T. tonsurans
- T. violaceum
- T. yaoundei
Pemeriksaan kultur. Pemeriksaan dengan pembiakan perlu untuk menyokong pemeriksaan langsung sediaan basah dan untuk menentukan spesies jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada media buatan. Yang dianggap paling baik pada waktu ini adalah medium agar dextrose sabouraud. Pada agar sabouraud dapat ditambahkan antibiotik saja (kloramfenikol) atau ditambah pula klorheksimid. Kedua zat tersebut diperlukan untuk menghindarkan kontaminasi bacterial maupun jamur kontaminan2.
Diagnosis banding (box. 1)
Box 1
Diagnosis banding dari tinea capitisKemungkinan tersering
Dermatitis seboroid, atopic dermatitis, impetigo dan pustular atau plak psoriasis, bacterial pyoderma, folikulitis, dan perifolikulitis capitis
Pertimbangan
Alopecia areata, trichotiliomania, pseudopelade
Rule out
Syphilis, lupus eritematosus
Terapi. tujuan dari penanganan adalah untuk mencapai klinis dan micology obat secepat mungkin. Anti fungi oral terapi pada umumnya sangat dibutuhkan4.
Topikal
Penanganan secara topical saja tidak direkomendasikan untuk pengobatan tinea tinea capitis. Namun hal tersebut mungkin dapat mengurangi penularan kepada orang lain dalam tahap awal pengobatan secara sistemik. Selenium sulfide dan providone iodine shampoo di gunakan 2 kali seminggu, dapat mengurangi spora dan diasumsikan dapat mengurangi infektivitas 4.
Oral
Griseofulvin merupakan fungistatik, dan menghambat sintesis asam nukleat, menghambat pembelahan sel pada metafase dan mempengaruhi sintesis dinding sel jamur. Juga merupakan antiinflamasi. Masih merupakan satu-satunya terapi ber lisensi untuk ruam karena jamur kulit kepala di Inggris. Tersedia dalam bentuk tablet atau suspensi. Dosis yang dianjurkan usia lebih dari 1 bulan adalah 10 mg / kg per dosis. Kosumsi tinggi lemak akan membantu absorbsi dan boiavabilitas obat. Dosis yang rekomendasi bervariasi sesuai dengan formulasi yang digunakan, dosis yang lebih tinggi yang direkomendasikan oleh beberapa penulis untuk micronized griseofulvin sebaliknya tidak dengan ultramicronized griseofulvin, tetapi sampai 25 mg/kg mungkin diperlukan. Durasi terapi tergantung pada organisme (misalnya T. tonsurans infeksi mungkin membutuhkan jadwal pengobatan yang berkepanjangan) bervariasi antara 8 dan 10 minggu. Pengobatan jangka pendek dapat menghasilkan tingkat kambuh yang lebih tinggi. Efek samping berupa mual dan ruam pada 8 – 15%. Obat ini kontraindikasi pada kehamilan. Lupus eritematosa, prophyria dan kelainan hati. Interaksi obat termasuk warfarin, cyclosporine dan pil kontrasepsi oral 4, 5.
Terbinafine. bekerja pada membran sel jamur dan meruakan fungisida. Efektif terhadap semua dermatofit. Belum ber lisensi untuk tinea capitis, meskipun lisensi untuk anak >2 tahun masih dalam pertimbangan. Setidaknya sama efektif dengan gliserofulvin dan aman bagi pengobatan ruam pada kulit kepala yang disebabkan oleh Trichophyton sp. Pada anak anak. Perannya dalam pengelolaan Microsporum sp. Belum pasti. Bukti awal menunjukkan bahwa lebih tinggi dosis atau lama terapi (4 minggu). mungkin diperlukan di Microsporum infections. Dosis tergantung pada berat badan pasien, antara 3 – 6 mg/kg per hari (lihat Tabel 3). Efek samping berupa; gangguan gastrointestinal dan ruam pada 5% dan 3% kasus. Keuntungan, Fungisida sehingga dibutuhkan terapi lebih pendek sehingga meningkatkan kepatuhan berobat. Interaksi obat. konsentrasi plasma berkurang dengan rifampisin dan meningkat pada simetidin 4, 6.
Table. 3 regimen dosis untuk tinea capitis
Nama obat Dosis Durasi
Gliserofulvin 10 – 25 mg/kg per hari 8 sampai 10 minggu
Terbanafine < 20 kg 62,5 mg20- 40 kg 125 mg
>40 kg 250 mg
4 minggua
itrakonazol 5 mg/kg per hari 1 sampai 4 minggu
a waktu untuk Microsporum infeksi
Flukonazol. Kadang-kadang digunakan untuk tinea capitis namun penggunaannya telah dibatasi terutama karena efek samping obat. Dosis 3 – 5 mg / kg per hari selama 4 minggu, efektif pada anak anak dengan tinea capitis 4.
Ketokonazol. Kadang-kadang digunakan untuk tinea capitis namun penggunaannya telah dibatasi terutama karena efek samping obat. Dosis antara 3 – 6 mg/kg per hari. Resolusi sebanding dengan griseofulvin tapi respon dapat lebih lambat. Namun, efek samping cukup signifikan. Beberapa study tidak menunjukkan secara konsisten ketokonazole lebih efektif terhadap griseofulvin dan penggunaannya pada anak-anak dibatasi akibat hepatotoksisitas 4, 5.
Pengobatan tambahan
Steroid / antibiotik / antihistamin, penggunaan kortikosteroid(baik secara oral atau topikal) untuk varietas inflamasi,misalnya kerions, reaksi inflamasi hebat controversial untuk digunakan, tapi dapat membantu mengurangi gatal dan ketidaknyamanan. walaupun dahulunya steroid telah digunakan untuk meminimalisir resiko dari alopesia sekunder permanen untuk skar, bukti saat ini, tidak menyarankan pengurangan apapun dalam waktu pembersihan dibandingkan dengan dosis tunggal griseofulvin.
Juga, tidak ada studi yang mendukung penggunaan antibiotik pada pasien dengan kerion karena jarang terkena infeksi bakteri sekunder 4.
Pada pasien dengan pruritus, antihistamin sistemik dapat mengurangi ketidaknyamanan dan dapat mencegah penyebaran spora 4.
Daftar pustaka
Gawkrodger D. J. (2002). Dermatology an illustrated colour text. third edition. Churchill livingstone : United Kingdom
Djuanda A, Hamzah Mochtar, Aisah S. (2006). Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi IV. Pusat penerbit departemen ilmu penyakit kulit dan kelamin FKUI: Jakarta
Wolff K, smith L. A, kats S. L, Gilchrest B. A, Paller A. S, Leffell D. J. (2008). Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th edition. The mcgraw-hill companies: United State of America
Higgins E. M, Fuller L. C, Smith C. H. (2000) Guidelines for the management of tinea capitis. British Journal of Dermatology : United Kingdom
Gunawan G. S, Nafrialdi S R, Elysabeth. (2007). Farmakologi dan terapi. Departemen farmakologi dan terapetik FKUI : jakarta
Horii K. A. (November 2008). Volume 20 number 5. Terbinafine vs Griseofulvin for Tinea Capitis. American academic of pediatric grand rounds
Sumber
http://alfinzone.wordpress.com/2010/11/17/60/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar